🤕 Langkah
ini mudah terhuyung
🤕 Frukuensi asing secara spartan telah
mengusik radarku
🤕 Sulit bagiku menjadi diri yang
statis
🤕 Menampilkan konstruksi apa adanya
...
Dalam dua minggu terakhir, berbagai kalibut
menerpa jiwa yang rapuh. Setiap seluk sendiku tak merespon normal, otakku
mengumpat. Dan, entah mengapa aku teramat santai. Rasanya seperti memasuki zona
nyamanku. Padahal, beberapa tahun yang lalu saat masalah memercik sedikit saja
mencampuri hidupku. Aku langsung stress !!. Makan tak enak, tidur tak nyenyak,
bahkan jalan pun tak menyimak. Pikiranku melantur sampai aku jatuh tersungkur
ke kubangan lumpur.
Dua tahun lalu misalnya, kala itu aku sedang terjerat
dalam kasus kesusilaan karet. Tahun 2015, saat semua masih berjalan indah, hidup di masa itu bagai mengalir tanpa alang
menghadang. Aku masih duduk di kelas 8. Waktu itu mungkin aku masih orang yang
pendiam. Cuihh...!! . Walau sebenarnya “jailnya minta ampun”.
Dalam kelas yang pengap mataku terkatung lesu. Sepi tak ada hiburan. Semua
orang sibuk dengan ilusi sosialnya sendiri-sendiri. Ada yang bernostalgia
dengan musik ndeso katrok (Bahasa jawanya : kote’an), ada pula yang
bernostalgia dengan musik ndeso latrok sambil nyanyi lagu keren Justin
bieber
OH ... JUNED ... JUNED ... JUNED ... OHH ...
OH ... JUNED ... JUNED ... JUNED ... OHH ...
BIBIRMU KAKU WAJAH BERBULU BULU ...
Kurang lebih macam itu lah.
Sedang aku hanya duduk di bangku, tanganku melipat untuk bantalan kepala. Tetapi jangan bilang aku sedang kesepian, di depan bangku aku duduk terdapat dua wanita yang alay-nya minta ampun. Bicaranya bisik bisik, tapi aku tau dia sedang menggosipi seseorang. Kata Berbulu dan Hitam ku dengar berulang kali. Prakiraanku mungkin mereka berdua baru liat kambing tak berbulu. Tapi aku positif thinking saja guys, kuanggap mereka sedang sedang menghina tahi lalatku. Tiba-tiba temanku datang dan menyumpal mulutku dengan kaos kaki “ehhh ... kamprett” sahutku spontan
Dia pun tertawa macam tuyul kerasukan spongebob “ Gimana
cuyy, mantap kan”
Mantap ...
??? dia pikir aku sapi. Apa aku harus bilang “Manis
asemnya pas, tapi agak bau kemenyan” tetapi yang keluar dari mulutku
hanya “BANGKE TOKEK ...!!!!! “
Namun secara tidak langsung kaos kaki itu
memicu ide provokatif dalam benakku, karet gelang. Hanya orang yang
berinteligensi tinggi dan agak sedenglah yang mampu mengaitkan antara kaos kaki
dan karet gelang.
Begini ... kaos kakiku adalah kaos kaki millenium tahun 80-an yang telah
kehilangan gaya peristaltiknya, alhasil bila kupakai pasti akan molor hingga ke
mata kaki. Dan untuk mengantisipasi hal itu, kubelitkanlah karet di betisku guna
mencegah mengernyitnya kaos kaki ku.
Kuambil karet itu, dan mencoba memikirkan hal asyik yang dapat kulakukan untuk
mengusir kebosanan. Ahaa, ide brilliant pun muncul, menjepret
wanita alay. Aku mulai mengontak batin temanku, dengan tatapan haus
darah ia setuju. Kutariklah karet yang telah melingkar di jari telunjuk. Dan
... “Wadauuuu ... demi soong joong ki masuk islam, sakit tauk” salah satu dari
wanita tadi menjerit.
Singkat cerita, aku tiba tiba diberi satu surat epik bertuliskan nama orang
tuaku dan tentu saja namaku. Sial, ini surat panggilan dari BK (Bimbingan
Konseling), dan yang mendapat surat itu ternyata tak hanya aku. Temanku yang
tadi juga dapat.
Sejak detik ketika gendang telinga ini mendengar getaran suara dari pita suara
seorang guru, juga detik ketika melanin kulitku bersentuhan dengan surat itu.
Waktu jadi berjalan lambat, jantung ini dag dig dug. Aku tak dapat menyalahkan
siapa-siapa.
Tiba di rumah, aku masih dapat menenangkan pikiran. Orang tuaku masih bekerja
dan akan pulang jam 17.00 nanti. Waktu 2 jam seakan membengkak menjadi 2 abad.
Mandi tak basah, keluar kamar mandi lupa pakai daleman, dan berbagai macam
problematika lain.